Berita 24 Indonesia - Kebijakan dan ketergantungan ekonomi di sektor ekstratif punya potensi besar untuk akselerasi krisis iklim dan kerusak...
Sementara baru-baru ini pemerintah memutuskan untuk mengeluarkan limbah batu bara jenis Fly Ash, Bottom Ash, dan limbah penyulingan sawit dari daftar limbah bahan berbahaya dan beracun (B3).
"Keberpihakan pada sektor ektraktif merusak lingkungan dan mempengaruhi kesehatan masyarakat, juga membuat perekonomian Indonesia tidak berkelanjutan dan tidak inklusif. Kondisi tersebut hanya mnguntungkan segelintir elite ekonomi-politik yang akhirnya membentuk oligarki," jelas Tata Mustasya selaku Koordinator Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Asia Tenggara dilansi dari siaran pers Grenpeace-INDEF Keluar dari Ekonomi Ekstratif, Menuju Hijau dn Inklusif pada Kamis (18/3) kemarin.
Berdasarkan Institure for Energy Economics and Financial Analysis, sampai akhir Maret 2021 ada sekitar 160 institusi keuangan bank dan non-bank mengumumkan divestasi terhadap perusahaan tambang batu bara dan pembangkit listrik berbasi batu bara yang bisa menghasilkan emisi CO2 yang tinggi dan gangguan kesehatan.
Peluang bisnis dari ekonomi hjau ini cukup terbuka lebar. Menurut laporan World Economic Forum ada penyerapan tenaga kerja secara global dengan total 395 juta orang dan adanya potensi bisnis senilai US$ 10,1 triliun.
Ekonomi hijau diharapkan bisa diterapkan juga di Indonesia. Dan juga berganti menjadi energi baru dan bisa segera menyingkirkan solusi semu seperti biofuel. (sumber : youtube greenpeace indonesia/ Penulis: Fitri).